“Tren arsitektur” biasanya dijadikan patokan bagi perkembangan property masa depan. Konteks ini kadang dicerna masyarakat awam sebagai langkah awal untuk menjatuhkan pilihannya terhadap model property yang sesuai dengan harapannya. Alasan mengapa bangunan dinyatakan menganut suatu tren gaya tertentu kadang dianggap jelas sebagai titik penentuan sikap sang penganutnya. Konteks ini kadang tidak serta merta dipahami secara mendalam oleh pemakainya sendiri, sebab yang ia pahami adalah mengikuti tren. Hal ini wajar karena yang namanya ’tren” memiliki sisi-sisi subjektif. Tren Arsitektur Minimalis yang pada beberapa tahun lalu sempat booming bahkan eforia model bagi properti baru. Namun seiring dengan perubahan jaman dimana isi-isu telah beralih dari esensi fungsi ke isu humanisme dan lingkungan hidup, apakah tren minimalis masih laris manis di 2010?
Pertama-tama menarik untuk kita lihat perkembangan awal dari sejarah gaya minimalis menurut teori di barat pada awal abad ke-19, dalam hal ini pada masa International Style. Perkembangan gaya yang berlangsung diantara masa International Style dengan masa pertengahan modern masih tidak lepas dari pengaruh gaya beberapa tokoh Avant Garde. Tokoh-tokoh tersebut seperti ; Le Corbusier (Perancis), Walter Gropius (Jerman), Mies Van der Rohe (Jerman) dan J.P. Oud (Belanda). Kesimpulannya, gaya-gaya mereka adalah : Humanisme, Ekspresionisme dan Idealisme. Internasional Style dipengaruhi juga oleh gaya fungsionalisme.
Ada beberapa prinsip dasar untuk mengenali ciri khas International Style ini:
· Prinsip pertama yang bisa dilihat dalam karakter arsitektur bangunan International Style adalah kesan non-volume. Efek massa dan kesolidan yang statis memang masih penting tapi mulai menghilang. Pada bangunan-bangunan yang baru selanjutnya hanya ditemui ‘efek’ volume atau tepatnya karakter permukaan yang membungkus volume.
· Prinsip kedua yang bisa diidentifikasi dalam International Style adalah reguralitas. Model reguralitas yang ada adalah pola-pola Gotik. Sebagaimana diketahui Gotik sangat signifikan dengan irama regulernya. Bidang-bidang penampakan memiliki banyak unsur-unsur pengulangan, baik yang terjadi pada jendela, struktur maupun ornamen.
· Prinsip ketiga yang terlihat adalah penghindaran memakai dekorasi. Warisan gaya yang berkembang pada abad 18 yang penuh ornamen dekoratif mulai ditinggalkan
Gambaran awal lahirnya konsep minimalis di barat lalu dicoba diadopsi di Indonesia. Alhasil bermunculanlah model-model property yang bersifat esensial dan fungsional. Bentuk-bentuk geometris elementer tanpa ornamen atau dekorasi menjadi karakternya. Beberapa saat berlalu kemudian muncul pernyataan dari pengguna gaya ini bahwa Gaya Minimalis tetapi harga maksimalis. Pernyataan diatas sekaligus menjadi pertanyaan awam seputar kehadiran model minimalis. Kontroversi fakta yang terjadi kalau boleh dikatakan sebagai “skandal” membingungkan antara praktek dan teori. Model minimalis dapat saja secara filosofi berarti cara hidup jujur, praktis dan sederhana, lalu menerapkan sesuatu pada bangunan hanya yang bersifat esensial dan fungsional saja baik dalam estetika, ruang, bentuk dan struktural. Mari kita ambil contoh sederhana dengan mengandaikan masyarakat kalangan bawah sebagai gambaran “minimalis” ala Indonesia.
RSS (Rumah Sederhana Sehat) sebenarnya menerapkan filosofi yang sama yakni di-minimkan segala-galanya, model desainnya saja yang bervariasi. Harga RSS pun kenyataanya tidak serta-merta murah. Artinya secara praktis model yang sudah serba minim tersebut tidak berarti pengurangan dari sisi biaya. Ada beberapa hal yang sudah standar untuk sebuah bangunan sehingga “tidak enak” kalau tidak bisa dibilang “tidak boleh” untuk direduksi, misalnya struktur utama, ukuran luasan ruang tertentu dan beberapa ornamen tertentu karena menyesuaikan tuntutan iklim setempat. Satu-satunya yang bisa ditawar adalah finishing. Finishing dapat memakai material murah berkesan mewah untuk berhemat, atau juga dapat menggunakan material mahal sehingga terkesan berkelas oleh karena ada tuntutan prestise.
Para perumus tren kemudian mencoba melihat ulang apa yang menjadi titik gangguan pada gaya minimalis. Pada kenyataannya kita tinggal di wilayah yang beriklim tropis sehingga otomatis bangunannya harus menyesuaikan diri. Ciri utama bangunan tropis adalah kanopi yang panjang dan membentang disepanjang dinding, sehingga memberikan perlindungan atau naungan penuh pada fisik bangunan dari cuaca ekstrim iklim tropis. Naungan penuh pada bangunan berarti kenyamanan penuh, jelas tidak praktis di konstruksi awalnya namun praktis ke masa depannya, less maintenance dan low cost. Gaya bangunan Minimalis kurang mendukung perlindungan terhadap cuaca ekstrim iklim tropis.
Akhirnya kemudian apa yang menggeser tren gaya minimalis menjadi tren berikutnya adalah tidak semata karena tidak sesuainya harapan atas tawaran bangunan untuk menjadi lebih efisien, lebih murah dan lebih simple, tetapi juga karena tuntutan kesadaran hidup yang serasi dengan alam khususnya di daerah tropis yang saat ini disinyalir mulai terkena dampak pemanasan global.
Dari berbagai pendapat pada perancangan arsitektur yang sedang berkembang, akhirnya konsep-konsep pendekatan ekologis yang banyak dicermati. Pada intinya adalah mendekati masalah rancangan arsitektur dengan menekankan pada keselarasan bangunan dengan perilaku alam, mulai dari tahap pendirian sampai usia bangunan habis. Bangunan sebagai pelindung manusia harus nyaman bagi penghuni, selaras dengan perilaku alam, efisien dalam memanfatkan sumber daya alam dan ramah terhadap alam.
Konsep kembali ke alam tersebut diistilahkan sebagai green architecture atau arsitektur hijau. Arsitektur hijau adalah sebuah proses perancangan bangunan dalam mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan meningkatkan efisiensi dan pengurangan penggunaan sumberdaya, energi, pemakaian lahan, pengelolaan sampah efektif, dalam tataran arsitektur. Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan pada bangunan yang dapat meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitektur hijau meliputi lebih dari sebuah bangunan. Tujuan pokok arsitektur hijau adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami dan pembangunan berkelanjutan. Menarik untuk kita ketahui bahwasannya konsep ini pada kenyataannya sudah pernah dilakukan oleh nenek moyang kita dengan bukti-bukti arsitektur bangunan tradisional yang semua mengakuinya sangat selaras dengan karakter alam dimana ia dibangun.
Arsitektur hijau dipraktekkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air, dan bahan-bahan, mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan melalui tata letak, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan bangunan. Memanfaatkan sumber yang dapat diperbaharui seperti menggunakan sinar matahari melalui passive solar dan active solar, serta teknik photovoltaic dengan menggunakan tanaman dan pohon-pohon melalui atap hijau dan taman hujan. Konsep arsitektur hijau sangat mendukung program penghematan energi. Rumah ala tropis dengan banyak bukaan, dibentuk untuk mengurangi pemakaian AC juga penerangan adalah prinsip arsitektur hijau di daerah tropis. Namun, hal tersebut tidak akan berjalan mulus jika sekeliling rumah tidak asri. Bukaan banyak hanya akan memasukkan udara panas dan membuat pemiliknya tetap memasang pendingin ruangan. Olehnya itu pekarangan perlu dihijaukan dengan tanaman apa saja, permukaan tanah tidak ditutup dengan beton dan menerapkan manajemen sampah yang ketat.
Dari segi interior, arsitektur hijau mensyaratkan dekorasi dan perabotan tidak perlu berlebihan, saniter lebih baik, dapur bersih, desain hemat energi, kemudahan air bersih, luas dan jumlah ruang sesuai kebutuhan, bahan bangunan berkualitas dan konstruksi lebih kuat, serta saluran air bersih. Untuk mengatasi limbah sampah secara mandiri, lubang biopori dapat menjadi solusi.
Akhirnya bahwa tren sebenarnya memiliki sifat sementara, rentan perubahan dan dapat hilang dilupakan meski sebentar saja; sedangkan bangunan akan dipakai oleh pemiliknya sangat lama bahkan dalam keseluruhan hidupnya. Bangunannya itu bisa menjadi perlambangan identitas dirinya, sejarah kehidupnya, nilai kepribadiannya bahkan keturunannya. Oleh sebab itu bagi pengguna bangunan dalam hal ini masyarakat konsumen tren perlu bernalar atas suatu gaya bangunan yang dipilihnya. Sebab apapun gaya yang dipilih tentu ada konsekuensi logis, ada kekurangan dan kelebihannya sehingga bisa ditimbang apakah cocok baginya atau tidak. Menerjemahkan karakteristik dan keunikan masing-masing pemilik rumah bagi arsitektur rumahnya sendiri merupakan pilihan yang lebih tepat ketimbang sekedar mengikuti tren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar